Jengah dengan Demo Berjilid-jilid di PLTU, Masyarakat Batang Minta Selesaikan Lewat Jalur Hukum
Batang
- Aksi unjuk rasa yang berulang kali digelar oleh warga dari beberapa
desa yang terdampak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Batang, Jawa Tengah, kini telah menimbulkan rasa jengah dan
ketidaknyamanan bagi masyarakat Batang.
Selain mengganggu
aktivitas sehari-hari, kondisi ini membuat masyarakat merasa resah.
Bermacam-macam tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat Batang pun
mulai bermunculan mengenai tuntutan kesetaraan harga tanah.
Ketua
Aliansi Aku Ingin Demokrasi Sejati (AIDS), Supriyono, dengan tegas
menolak aksi demonstrasi yang berlangsung terus menerus di PLTU Batang.
Baginya, aksi massa ini dianggap melanggar asas kepatutan dan mengganggu
kamtibmas. Oleh karena itu, Supriyono mendesak agar permasalahan ini
diselesaikan secara hukum. "Hal ini biar ada kepastian sebagai
solusinya," ujarnya pada Sabtu (5/8/2023).
Pendapat serupa juga
datang dari Romadhon, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi dari Kencono
Rejo, yang juga menyatakan bahwa masalah ini harus diselesaikan melalui
jalur hukum agar ada kejelasan, mengingat selama ini belum ada hasil
yang memuaskan. "Saya yakin kalau ini diselesaikan secara hukum pasti
ada kepastian dan tidak berlarut-larut," ungkapnya.
Haji
Sukirman, seorang tokoh masyarakat Batang yang sangat memperhatikan
ketentraman dan ketertiban, terutama menjelang pesta demokrasi tahun
2024, mengimbau kepada masyarakat, khususnya warga Tulis dan sekitarnya,
untuk tetap menjaga situasi yang kondusif dan stabil serta menghindari
gangguan apapun.
"Apabila ada permasalahan dengan PLTU, itu bisa
dimusyawarahkan sebaik-baiknya dengan pihak yang terkait, agar semua
pihak bisa mendapatkan solusi yang saling menguntungkan," katanya.
Lebih
lanjut, Sukirman menambahkan bahwa jika masalah tersebut tidak dapat
diselesaikan melalui musyawarah, langkah hukum bisa diambil untuk
memastikan bahwa tidak ada kerugian bagi masyarakat sekitarnya.
"Melalui
jalur hukum tidak akan menimbulkan kerugian masyarakat sekitarnya,
sehingga ini akan tetap menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan,"
tegasnya.
Di pihak lain, Rizal Ariprianto dari LSM Komparasi
Kabupaten Batang menyesalkan aksi unjuk rasa yang terus berlarut-larut
terhadap PLTU Batang. Dia berharap masalah ini bisa segera diselesaikan
secara hukum.
Baginya, penyelesaian dengan cara demonstrasi
ternyata tidak efektif dan justru menimbulkan keresahan di masyarakat.
Potensi dampak negatif ini bahkan bisa menyebabkan konflik horizontal
yang berujung pada disintegrasi.
"Kepada para penegak hukum, saya
berharap untuk melakukan tindakan-tindakan preventif, dan kepada semua
pihak, saya juga berharap agar permasalahan ini diselesaikan secara
hukum," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum MUI Kabupaten Batang,
KH Zaenul Iroki, menyampaikan pandangannya mengenai aksi-aksi
demonstrasi. Ia mengatakan bahwa kata "demonstrasi" secara sadar maupun
tidak, sering kali menciptakan asosiasi negatif di benak kita.
"Hal
ini dikarenakan sering terjadi tindakan yang berimbas menganggu
ketertiban umum dan bahkan ada yang sampai anarkis. Demonstrasi umumnya
digunakan sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah," ujarnya,
Minggu (08/7/2023).
Menurutnya, demonstrasi menjadi cara bagi
orang-orang yang merasa terpinggirkan untuk menyuarakan aspirasi mereka
kepada pihak yang berkuasa. Bahkan, ia menyebut bahwa demonstrasi
merupakan salah satu cara paling efektif untuk menyuarakan kebenaran
yang menjadi pengalaman universal bagi manusia di berbagai belahan
dunia, termasuk Indonesia.
"Dalam konteks Indonesia, demonstrasi
seringkali ditandai dengan kemacetan lalu lintas dan kerusakan yang
terjadi. Tidak hanya itu, demonstrasi juga kerap kali diiringi oleh
luapan emosi, kemarahan, keegoisan, dan bahkan mungkin dendam. Ciri-ciri
semacam ini dapat ditelusuri sejak terjadinya aksi mahasiswa di seluruh
Indonesia pada masa penurunan Presiden Soeharto pada tahun 1998,"
tandasnya.
Sejak saat itu, menurutnya, demonstrasi telah menjadi
kejadian yang menghiasi berita sehari-hari masyarakat Indonesia,
termasuk yang terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Saat ini,
Forkopimda Kabupaten Batang sudah melakukan berbagai upaya untuk
mencarikan solusi dengan adanya serangkaian aksi unjuk rasa warga
terdampak pembangunan PLTU Batang yang menuntut kesetaraan harga.
Menurut
catatan, sudah terjadi sebanyak 53 kali demonstrasi dengan tuntutan
yang sama. Meskipun Forkopimda telah melakukan upaya mediasi dan
memberikan saran agar warga menempuh jalur hukum untuk memperoleh
kepastian terkait tuntutan mereka, namun sayangnya saran tersebut tidak
pernah dilaksanakan dan warga memilih untuk turun ke jalan.
"Meski
demo diperbolehkan, tapi tidak etis jika dilakukan dengan memaksakan
kehendak. Jika tuntuntan mereka sudah diakomodir bahkan Pemerintah sudah
memfasilitasi, harusnya masyarakat bisa berifikir jernih. Istilah
bahasa Jawa "Jangan Sak Karepe Dewe" atau semaunya sendiri," tegasnya.
Belum ada Komentar untuk "Jengah dengan Demo Berjilid-jilid di PLTU, Masyarakat Batang Minta Selesaikan Lewat Jalur Hukum"
Posting Komentar